• Rabu, 11 Mei 2011

      NII Merebak, Ortu Larang Siswa Ikut Rohis/Pengajian

      Rabu, 11 Mei 2011 16:48 WIB

      REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Merebaknya NII di sekolah maupun kampus menyebabkan banyak siswa takut ikut kegiatan keagamaan. Bahkan orangtua pun meminta anak-anaknya untuk tidak mengikuti kegiatan semacam pengajian.

      Hal ini dikatakan Ketua Umum NII Crisis Center, Sukanto. Ia menambahkan, akibat NII imej Islam di mata masyarakat menjadi rusak. "Islam menjadi jelek," katanya dalam seminar "Strategi Membersihkan Kampus dari Virus NII", Rabu (12/5).

      Oleh karena itu perlu adanya pemahaman yang benar bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai NII agar tidak salah kaprah. NII Crisis Center, lanjutnya, menjadi tempat bagi orang-orang untuk mendapatkan informasi mengenai NII. Mereka juga membantu mencerahkan mantan anggota NII agar tidak lagi kembali ke 'negara' tersebut.

      Banyak dari mantan anggota NII yang tidak tercerahkan setelah mereka keluar. Hal ini menyebabkan mereka menjadi tidak labil dan merasa menjadi kafir lalu akhirnya kembali menjadi anggota NII. Ada pula yang tidak mempercayai lagi lembaga keagamaan sehingga menjadikan mereka apatis terhadap agama. "Mereka masih mempercayai keberadaan Tuhan, namun tidak mau menganut agama apapun," tambahnya.

      Ada orang yang keluar dari NII namun masih memegang ideologi NII. Hal ini, kata dia, bisa dilihat dari cara mereka menanggapi kehadiran NII. Mereka yang masih memiliki ideologi NII di kepala mereka tidak akan melarang penyebaran dan perekrutan NII. Mereka juga tidak akan menyosialisasikan antisipasi perekrutan NII.

      Ada Tuduhan Baru Terhadap Panji Gumilang

      REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), Senin (9/5), di Bandung, membeberkan 300 lembar kertas yang dinyatakan sebagai dokumen keterlibatan pimpinan pondok pesantren Al Zaytun Panji Gumilang dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) KW IX.

      "Menurut saya, dokumennya sudah sangat memadai, karena struktur pemerintahan negara gadungan ini jelas, seperti peta, aparat dan lokasi warga negaranya," kata Ketua FUUI KH Athian Ali Da`i, kepada para wartawan, di Masjid Al Fajr, Jalan Cijagra, Kota Bandung.

      Ia mengatakan, beberapa tahun lalu FUUI pernah menyerahkan dokumen tersebut kepada Polda, Kodam, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Jaksa Agung. "Akan tetapi belum ada tindak lanjutnya," kata Athian.

      Dalam dokumen yang ditulis pada 2001 itu disebutkan struktur organisasi NII gadungan mulai dari tingkat presiden hingga desa.

      Di dalam dokumen tersebut, dijelaskan identitas para pimpinan Komandan I NII KW IX atau Syaykh Mahad Al Zaytun alias Abu Toto alias Abdus Salam alias Totot Salam Alias Syamsyul Alam alias Abu Bakar Alias Prowoto alias Abu Maariq alias AS Panji Gumilang.

      Selain itu, dokumen tersebut juga mencatat pusat pelatihan tentara NII (Tentara Islam Indonesia/TII) di Cianjur Selatan, konflik internal antara Panji Gumilang dengan perwira militer NII KW IX hingga peta wilayah negara NII.

      Ia mengatakan, dokumen tersebut dilatarbelakangi pengaduan masyarakat tentang kasus-kasus yang disebabkan NII KW IX dan kemudian FUUI membentuk Tim Investigasi Aliran Sesan (TIAS) pada April 2001.

      "Jadi pada akhir 2001 hasil investigasi TIAS membuktikan keterlibatan Panji Gumilang dan Mahad Al Zaytun. Ini didokumentasikan dalam dokumen setebal lebih dari 300 halaman," kata Athian.

      Jerat Panji Gumilang, MUI Sarankan Polisi Periksa Menag NII KW 9

      REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Anggota Komisi Pengkajian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Amin Djamaludin, mendatangi Mabes Polri untuk menyerahkan dokumen struktur kepemimpinan Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah (KW) 9. Ia juga mengimbau agar penyidik Polri segera memeriksa Menteri Agama NII KW9 dengan inisial MN.

      "Saya ke Bareskrim Polri untuk meminta agar polisi segera memeriksa Menteri Agama NII KW9, MN," kata Amin Djamaludin yang dihubungi Republika, Selasa (10/5).

      Selain Panji Gumilang yang menjadi imamnya, Amin menjelaskan sosok MN merupakan tokoh sentral dan penting dalam kepemimpinan NII KW9. Dari tokoh ini, menurut dia, akan terbuka celah bagi penyidik untuk memeriksa Panji Gumilang terkait kasus makar.

      Pasalnya, MN, telah lama mendampingi Panji Gumilang dan sejak 1996 telah tinggal di Pondok Pesantren Al Zaitun. Untuk mendukung hal itu, ia akan menyerahkan dokumen terkait struktur kepemimpinan NII KW9.

      "Di dalam dokumen itu terdapat nama Panji Gumilang dan Menteri Agama NII KW9, MN," imbuhnya.

      Namun, saat di Bareskrim Polri, ia tidak berhasil menemui Wakabareskrim Polri, Irjen Mathius Salempang. Mathius tidak ada di kantornya hingga Kamis (12/5) mendatang. "Mungkin Jumat (13/5) saya akan ke Mabes Polri lagi untuk serahkan dokumen itu," tambahnya.

      Jumat, 29 April 2011

      kang Fatkhur: Awas! Pelaku 'Cuci Otak' Sangat Adaptatif

      kang Fatkhur: Awas! Pelaku 'Cuci Otak' Sangat Adaptatif: "MALANG, KOMPAS.com — Para perekrut Negara Islam Indonesia (NII)–atau organisasi apa pun namanya karena tidak ada pihak yang dapat dikonfirma..."

      Kamis, 28 April 2011

      NII TEBUS DOSA DENGAN UANG

      JAKARTA, KOMPAS.com — Bermula dari perkenalannya dengan Rudi yang mengajak berdiskusi tentang sebuah seminar, Andi pun diajak untuk mengenali ajaran sebuah kelompok, Negara Islam Indonesia. Suatu malam, ia diajak ke suatu tempat dan menjalani prosesi pembaiatan. Kelompok Negara Islam Indonesia memang memberlakukan sumpah setia atau baiat kepada para calon anggotanya. Seperti yang dituturkan Andi (nama samaran), alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, yang sempat dibaiat NII saat memasuki tahun pertama kuliah sekitar tahun 2006. Namun, Andi tidak terjerumus hingga menjadi anggota NII karena menilai adanya kejanggalan pada ajaran-ajaran NII. Apa saja ajaran yang dinilainya janggal?


      Menurut Andi, di setiap kesempatan, anggota NII yang berupaya merekrutnya menjanjikan keuntungan-keuntungan materi kepadanya. Ia dijanjikan akan mendapatkan penghasilan tanpa harus bekerja dan segala kebutuhan hidupnya akan terjamin.

      "Pokoknya di sini (di NII) hidup terjamin, selalu dapat uang," kata Andi kepada Kompas.com, Selasa (26/4/2011).

      Lebih anehnya lagi, kata Andi, NII mengajarkan anggotanya untuk tidak perlu melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Menurut ajaran NII, shalat hanya dilakukan dua waktu. "Shalat besar dan shalat kecil," kata Andi.

      Akan tetapi, ia mengaku lupa mengenai apa yang dimaksud dengan shalat besar dan shalat kecil. Seingatnya, yang dimaksud shalat kecil adalah mengajak orang lain untuk bergabung. "Mengajak orang masuk NII itu ibadah," ucapnya.

      Lalu, jika anggota NII melakukan dosa, kata Andi, cukup dibayar dengan sejumlah uang. Setelah membayar, dosa-dosanya diyakini akan hilang. "Itu tidak masuk akal," ucap Andi.

      Lainnya, setiap anggota NII, menurut Andi, diwajibkan membayar iuran kepada negara. Untuk mencari uang, dihalalkan cara apa pun, termasuk mencuri. "Terus, uangnya dimasukin ke kas negara untuk membiayai negara," tuturnya.

      Menurut Andi, tiap anggota dijanjikan akan mendapat bagian dari uang yang disetorkannya. Andi lupa berapa persen bagian yang akan didapatkan seorang anggota dari setoran yang dimasukkan. Setoran kepada negara tersebut, lanjut Andi, mulai dibayarkan di awal menjadi anggota. Setelah dibaiat, Andi mengaku dimintai iuran berkisar Rp 400.000-Rp 500.000. Iuran-iuran tersebut disetorkan kepada seseorang yang berwenang, tidak melalui transfer rekening.

      Mengetahui adanya sejumlah iuran yang harus dibayarkan, Andi mengaku tidak memiliki uang untuk itu. Namun, Rudi, orang yang merekrutnya, kemudian membujuk dengan menawarkan diri untuk membayarkan sementara kewajiban Andi.

      "Mereka pintar, mereka bilang, 'Gw bayarin dulu, asal lo yakin'," kata Andi menirukan ucapan Rudi saat itu.

      Berusaha lepas dari bujukan Rudi, Andi berkilah bahwa ia merasa tidak yakin dengan ajaran NII. Menanggapinya, lagi-lagi Rudi mengerahkan kemampuan komunikasinya untuk meyakinkan Andi. "Kalau masalah enggak yakin, kamu lihat saja dulu, masalah yakin enggak yakin belakangan," kata Andi menirukan Rudi.

      Pascabaiat, Andi pulang ke rumah. Ia menuturkan, karena merasa ragu dengan ajaran NII, Andi kemudian membaca-baca Al Quran lengkap dengan terjemahan yang ada di rumahnya. Dari situlah Andi sadar bahwa ayat-ayat Al Quran yang disampaikan anggota NII kepadanya telah ditafsirkan secara berbeda.

      "Saya baca ayatnya, ternyata penafsirannya beda, pintar banget dia (orang NII), pakai ayat Al Quran," ungkapnya.

      Selanjutnya, Andi semakin yakin untuk meninggalkan NII ketika mendengar nasihat temannya. "Kata teman saya, cara orang menyembah Tuhan berbeda-beda. Enggak perlu sampai pindah negara segala," tuturnya.

      Apalagi, setelah Andi mengikuti seminar tentang NII yang kebetulan digelar di kampus tidak lama setelah ia dibaiat. Andi juga menceritakan, meskipun tidak merasa yakin dengan NII, ia tidak dilepaskan begitu saja. Pasca-dibaiat, anggota NII terus berupaya menghubunginya. Anggota NII juga sempat mendatanginya ke kampus.

      "Dari awal dia ngancem sih, kalau keluar bakal kena musibah besar. Namun, buktinya sampai sekarang saya enggak kenapa-kenapa," ungkapnya.

      Andi pun memilih untuk mengganti nomor ponselnya demi menghindari "gangguan" para anggota NII. "Dua minggu kemudian, sudah enggak dihubungi lagi," katanya.

      Meskipun demikian, setelah dibaiat, Andi mengaku sempat diperkenalkan dengan anggota NII lainnya yang sekampus dengannya. "Ternyata di UI banyak, di bawah tanah, enggak keliatan, ada anak Komunikasi 2005 juga, anak FISIP, dan anak FIB," ungkapnya.

      Bahkan, ada seorang anggota NII yang merupakan senior Andi, sejurusan dengan Andi di Departemen Ilmu Komunikasi. Andi juga mengungkapkan, menurut para anggota NII yang sempat dikenalnya, saat itu Presiden NII adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi UI.

      AWAS NII !

      JAKARTA, KOMPAS.com - Modus perekrutan yang digunakan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) pada umumnya menyasar mahasiswa-mahasiswa baru untuk bergabung. Hal ini ditunjukkan pula oleh testimoni sejumlah alumni dan mahasiswa Universitas Indonesia yang disampaikan kepada Kompas.com. Mereka mengaku pernah dibujuk untuk menjadi anggota, saat baru menjejak bangku kuliah. Ada yang hanya sebatas diajak berdiskusi hingga dibaiat. Seperti yang dialami lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, sebut saja Andi. Pada tahun 2006, saat ia baru memasuki dunia perkuliahan, Andi sempat menjadi korban NII. Bahkan ia sempat dibaiat dan berganti namanya.


      "Saat dibaiat, disuruh pakai baju putih celana hitam, di hadapan jenderal-jenderalnya, ditunjukin kata-kata gitu," ungkap Andi, Selasa (26/4/2011).

      Sayangnya Andi tidak ingat lagi kalimat baiat apa yang dimaksud. Ia menuturkan, perkenalannya dengan NII berawal dari ajakan seorang teman yang baru dikenalnya. Teman wanita yang baru dikenal Andi itu mengenalkannya dengan teman lelaki si wanita yang mengaku butuh bantuan untuk seminar penelitian.

      "Akhirnya kita bertiga ketemuan, diajak ngobrol, berkenalan di tempat makan di Cilandak Town Square," ujarnya.

      Namun, pada pertemuan tersebut, si teman lelaki, sebut saja bernama Rudi, tidak membahas soal seminar yang dijadikan dalih pertemuan. Rudi, tutur Andi, malah mengajaknya berdiskusi tentang agama, ibadah dengan merujuk pada kitab suci Al Qur'an yang dibawanya. "Kalau orang masih awam, akan iya-iya saja, manggut-manggut saja dengar ceritanya," kata Andi.

      Lelaki itu, lanjutnya, menjelaskan bahwa ibadah yang dilakukan Andi di Indonesia selama ini tidak sah. Karena, menurutnya, Indonesia adalah tempat yang kotor untuk beribadah. "Indonesia kotor, banyak korupsinya, lingkungannya enggak sehat, macam-macam, pokoknya jelek-jelekin Indonesia," kisah Andi.

      Lantas, lelaki itu menyarankan Andi untuk berpindah ke negara yang bersih, yakni Negara Islam Indonesia agar ibadahnya sah. "Nah, dia bilang, kalau mau ibadah, ada di NII, itu jelas, bersih, sah ibadahnya," tutur Andi.

      Mendengar hal itu, Andi mulai merasakan kejanggalan. Namun, rasa penasarannya menuntun Andi untuk melanjutkan diskusi hingga pertemuan berikutnya. Selang beberapa hari, Andi, Rudi, dan seorang lelaki lain yang menurut Andi adalah supervisornya Rudi, mengadakan pertemuan di sebuah tempat makan. Kali ini, lokasinya di sebuah mall di kawasan Lebak Bulus. Pembicaraan dalam pertemuan tersebut, kata Andi, pada intinya sama seperti sebelumnya. Hanya saja, lelaki yang menjadi supervisor Rudi itu lebih meyakinkan Andi untuk hijrah dari NKRI ke NII.

      "Di sana digodok lagi, seperti usaha sampai korbannya enggak sadar," ucap Andi.

      Masih merasa penasaran, Andi setuju untuk mengikuti pertemuan selanjutnya dan berjumpa dengan orang yang disebut komandan NII. Kemudian, ia diminta menunggu giliran untuk bertemu. "Katanya kalau mau hijrah, nunggu giliran, nunggu kloter," ungkapnya.

      Ketika ada kloter yang kosong, Rudi menghubungi Andi. "Ya sudah, akhirnya saya bareng kloter yang dekat rumah saya, Ciledug," tuturnya.

      Andi pun menuju tempat baiat dengan terlebih dahulu berjanji bertemu dengan Rudi di sebuah tempat di kawasan Ciledug. Di tempat itu, Rudi dan lima kawannya telah menunggu dengan mengendarai mobil. "Akhirnya saya masuk dalam mobil," ucap Andi.

      Di dalam mobil, lanjutnya, sudah ada 10 orang calon anggota lain yang siap dibaiat. "Semuanya laki-laki," katanya.

      Sekitar pukul 21.00, mereka berangkat menuju lokasi Baiat. Andi menuturkan, dalam perjalanan, ia dipesankan untuk menutup mata ketika ada perintah. "Nanti kalau sudah dekat tempatnya, merem (memejamkan mata) ya," ujarnya menirukan Rudi.

      Namun, Andi tidak menutup mata saat diperintah. Ia kemudian melihat bahwa rombongan menuju sebuah rumah yang masih berada di kawasan Ciledug. Sesampainya di sebuah rumah itu, semua calon anggota diperintahkan untuk shalat kemudian tidur. Menjelang tengah malam, tutur Andi, mereka dibangunkan untuk bertemu dengan petinggi NII.

      "Di situ kembali diyakinkan," ucap Andi.

      Setelah itu, mereka kembali diperintahkan untuk tidur. Kemudian, Andi dibangunkan kembali dari tidurnya untuk mengikuti proses penggantian nama. "Namanya dipilihin tapi saya lupa namanya. Terus tidur lagi, besok Subuh bangun, dan berangkat lagi," lanjutnya.

      Keesokan harinya, Andi bersama 10 orang calon anggota NII lainnya diberangkatkan ke tempat lain. Di tempat itu, kata Andi, mereka akan dipertemukan dengan komandan NII dan dibaiat. "Ke daerah yang agak jauhan tapi saya tahu itu masih di Wilayah Ciledug," katanya.

      Di tempat kedua yang juga merupakan rumah kontrakan itu, Andi diperintahkan memakai baju putih dan celana hitam, kemudian dibawa ke ruangan komandan NII. Memasuki ruangan, kata Andi, ia bertemu dengan lima orang komandan NII yang duduk berjajar seperti panelis. Kelima orang itu, menurut Andi, berpakaian biasa saja. Tidak mengenakan peci atau atribut apapun. Selanjutnya, di dalam ruangan itu, Andi beserta 10 orang calon anggota NII lainnya kembali dijelaskan tentang NII dan diyakinkan.

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news